Saturday, June 27, 2009

Suatu ketika

Suatu ketika aku melihat orang-orang yang menyiram jalanan. Setelah menyiram tanamannya biasanya mereka melanjutkan dengan menyiram jalan depan rumah mereka agar debu jalanan tidak beterbangan yang dapat membuat rumah kotor. DIlakukan setiap hari. Pagi dan sore hari. Sehari dua kali. Setiap rumah melakukannya.

Suatu ketika aku melihat orang-orang yang tidak menghabiskan makanan yang sedang dimakannya. Terlalu sering aku melihat orang-orang berbuat demikian, towards any kind of food. Sebagian besar orang melakukannya.

Suatu ketika dari mobil yang melintas aku melihat penumpang di dalamnya membuang sampah ke luar mobil. Sembarangan, tidak pada tempatnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh mereka yang menumpang angkutan kota. Hal yang sama juga dilakukan oleh pengendara motor, bahkan pejalan kaki.

Suatu ketika aku melihat mobil yang melintas dan penumpang di dalamnya meludah ke jalan. Hal yang sama juga dilakukan oleh mereka yang menumpang angkutan kota, mengendarai sepeda motor, juga pejalan kaki.

Suatu ketika angkutan kota yang kunaiki dipenuhi asap. Seringkali aku mengalaminya. Banyak penumpang angkutan kota yang merokok di dalam angkutan kota.

Suatu ketika aku melihat orang yang menyeberang di bawah jembatan penyeberangan atau tidak jauh dari posisi dimana zebra cross berada. Banyak orang menyeberang jalan tidak melalui zebra cross. Kadang aku pun melakukannya.

Suatu ketika aku melihat orang-orang menyeterika baju di malam hari, ketika pemerintah menggalakkan program matikan minimal dua bola lampu pada pukul 17-22.

Suatu ketika di hari yang terang, aku melihat lampu jalan yang masih menyala, lampu teras rumah yang masih menyala, lampu di suatu gedung yang masih menyala, dan banyak lampu yang tidak penting untuk dinyalakan di siang hari namun masih tetap menyala.

Sekelumit dari apa yang aku sebut sebagai sikap. Sikap yang timbul dari pemikiran yang pendek, acuh tak acuh, tidak peduli, tidak berperasaan, tidak sopan, tidak beradab, dari kelompok-kelompok makhluk hidup yang tetap bersikeras bahwa mereka layak disebut manusia. Spesies yang diciptakan Tuhan lebih dari ciptaan yang lain. Yang diberi tugas mengelola bumi ini. Dan spesies yang samalah, yang bahkan rentang hidupnya tidak lebih lama dari seekor penyu, yang membuat rumahnya sendiri hancur. Hancur lebur berantakan tak bersisa. 

Kenapa kita tidak belajar dari spesies lain? Kenapa kita tidak belajar dari hewan, tumbuhan, dan alam itu sendiri? Layakkah ktia disebut manusia? Karena yang aku tahu saat ini, hari ini, manusia tidak belajar dari peristiwa, tidak menjadikan pengalaman sebagai guru. Hidupku yang pendek ini, dan paradoks yang kulihat dalam hidupku ini.

-insatiable greed of human being destroying their own species- >> own quote

No comments: